Rabu, 17 Februari 2010

PAPEDA


Lengke-lengkett… Pedas-pedas… Panas-panas….


Jika kita berkesempatan untuk mengunjungi tanah Papua, jangan lupa untuk menikmati menu makanan yang satu ini. Dijamin anda pasti akan ketagihan. Saking enaknya, beberapa kawan yang pernah saya ajak untuk menikmati papeda asli papua ini, sontak berkata dengan riangnya,

”Mama e.... Papeda yang selalu....”
(Menirukan dialeg khas orang Papua jika menunjukkan perasaan senang akan sesuatu hal).

Mungkin sebagian orang masih bertanya-tanya apa itu Papeda?

Ya, Papeda atau bubur sagu  adalah makanan khas masyarakat asli di Papua dan Maluku (Wikipedia). Namun demikian makanan ini lebih kental melekat kepada penduduk asli Papua dan dikenal orang sebagai makanan khas penduduk asli Papua. Karena itu tidaklah heran jika sebagian orang menyebutnya dengan ’nasi’-nya orang papua.

Bagi sebagian besar penduduk asli papua, sagu atau papeda merupakan makanan pokok karena mengandung sumber gizi yang sangat tinggi. Selain itu, pemilihan sagu sebagai makanan pokok ini juga dikarenakan sangatlah mudah untuk memperolehnya. Hamparan pohon sagu bisa ditemui di hampir seluruh tanah Papua. Sebab itu tidaklah heran jika sebagian besar masyarakat asli Papua menjadikan bubur sagu atau papeda ini sebagai makanan pokok pengganti nasi.

Hmmmm... Begitu ya....

Sebelum kita lebih jauh mengenal cita rasa papeda, ada baiknya jika kita menoleh sedikit ke belakang tentang sagu itu sendiri.

Perlu diketahui bahwa tidak semua pohon sagu dengan serta merta dapat diambil dan diolah menjadi makanan olahan seperti papeda ini. Tepung sagu yang bisa diolah biasanya diambil dari pohon sagu yang telah berusia antara tiga sampai lima tahun. Penduduk setempat biasanya mengambil tepung sagu dengan cara menokok batang sagu. Setelah itu sagu akan diperas hingga sari patinya keluar, kemudian dari sari pati inilah dihasilkan tepung sagu murni yang siap diolah.

Untuk mengolah tepung sagu menjadi makanan papeda siap saji tidaklah sulit. Secara tradisional, pembuatan papeda ini cukup dengan menuangkan air mendidih kedalam tepung sagu yang telah direndam dengan garam dan perasan jeruk nipis secukupnya, sambil diaduk perlahan-lahan hingga mengental seperti tepung kanji. 

Tidak sulit bukan ????

Tepung sagu yang sudah diolah menjadi papeda tadi tidak langsung dihidangkan begitu saja. Papeda biasanya dihidangkan bersamaan dengan sup Ikan Kuah Kuning. Ikan yang digunakan bisa berupa ikan laut seperti tengiri, bubara (kuwe), cakalang atau juga ikan air tawar seperti gabus, mujair dan sebagainya. Sup ini di beberapa tempat di Indonesia mungkin dikenal dengan sebutan pindang orang Sumatera. Namun sudah tentu terdapat beberapa perbedaan diantara keduanya, terutama dari cita rasanya.

Papeda bagi sebagian besar masyarakat setempat lebih sering dihidangkan bersama Ikan kuah kuning. Sup Ikan kuah kuning ini memiliki cita rasa yang sangat fantastis yang mampu membangkitkan kelezatan tersembunyi dari papeda itu sendiri. Menyantap papeda tanpa Ikan kuah kuning serasa mandi air hanya segayung. Dimana kepuasan yang didapat hanyalah setengah dan tidak bisa terpuaskan.

Lain membuat... Lain pula cara menyajikannya !!

Menyajikan papeda memerlukan teknik tersendiri pula. Dikarenakan teksturnya yang lengket dan menyerupai lem, kita memerlukan cara yang sedikit unik untuk menghidangkannya ke piring. Pertama-tama yang harus kita lakukan adalah menghidangkan kuah kuning tadi ke dalam piring terlebih dahulu. Setelah itu, gunakan dua buah sendok dari kayu ataupun dua buah garpu untuk mengangkat papeda dari wadahnya ke dalam piring kita. Lakukan gerakan memutar dengan kedua tangan, seperti menggulung, saat mengangkat papeda dari wadahnya. Setelah dirasa cukup, hidangkanlah papeda tersebut ke dalam piring yang sudah diberikan kuah terlebih dahulu tadi. Hal ini biasanya dilakukan agar papeda tidak lengket pada piring ataupun tempat makan kita.

Susah ??? Tidak juga !!!

Semua ini dilakukan semata-mata untuk mendapatkan kepuasan yang tiada duanya saat menyantap papeda ini. Apalagi bila kita menyantap papeda ini dalam keadaan panas dengan aroma daun kemangi yang masih hangat terasa. Hmmmmm... ambil sedikit papedanya, campurkan ikan kuah kuningnya, lahap bersamaan dan rasakan nuansa kenyal, asam, manis dan pedasnya.

“Wuiiiihhhh...  Mama eee….

Lengket-lengket... Pedas-pedas... Panas-panas...

Mantappppp !!!!!”

Keringat bercucuran, perut kenyang lidah pun senang. Terbayar sudah segala jerih payah untuk ”menggulung” papeda tadi. J

Sungguh, papeda merupakan makanan yang sangat eksotis. Bagaimana tidak? Selain teksturnya yang memang unik, untuk menyajikan dan menikmatinya pun diperlukan cara yang berbeda. Sungguh kenikmatan yang tiada duanya.

So, jika anda berwisata ke tanah Papua, jangan lupa pesan Papeda !!!!


Sumber : Wikipedia, Pengalaman pribadi, Berbagai sumber.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar